STAKEHOLDER DALAM PENDIDIKAN
Makalah sebagai pemenuhan tugas terhadap mata kuliah
Perencanaan
dan Evaluasi Pendidikan
Disusun
Oleh :
TIA AULIA
Dosen Pembimbing :
Sugeng Susianto, S.E., M.Pd.
FAKULTAS
TARBIYAH
AL
MA’HAD AL ‘ALY BAITUL HALIM
BEKASI
2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, karena atas limpahan karunia dan rahmat dari-Nya sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan ilmiah ini. Salawat dan salam semoga selalu
diberikan kepada junjungan kita Nabi Muhammmad SAW, penuntun jalan kebenaran
teladan bagi umat dan rahmat bagi seluruh alam. Salam dan doa semoga terlimpah
juga kepada keluarganya, para sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Pada kesempatan ini, Penulis
menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1.
kedua
orang tua Penulis yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil;
2.
Bapak
Sugeng Susianto, S.E., M.Pd., selaku dosen pembimbing;
3.
Pihak-pihak
yang telah memberikan masukan, saran, dan berupa literatur-literatur yang
menjadi rujukan dan referensi;
sehingga dapat tersusunnya makalah yang berjudul
"Stakeholder Dalam Pendidikan”. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat membantu kita semua dalam mempelajari dan memahami tentang stakeholder
dalam pendidikan.
Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan memerlukan banyak perbaikan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyenyempurnaan tugas ini. Penulis berharap semoga makalah ini berguna dan
bermanfaat. Aamiin.
Bekasi,
Agustus 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………...........………………………………………… i
DAFTAR ISI..…………….……………..…………………….……………… ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………............... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….. 1
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………… 2
D. Manfaat Penulisan……………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Stakeholder Pendidikan……………………………………… 3
B. Macam-macam Stakeholder …………………………………………….. 4
C. Komponen Stakeholder Dalam Pendidikan …………………………….. 5
D. Peranan Stakeholder Dalam Pendidikan………………………………… 8
E. Bentuk Kemitraan dengan Komite
Sekolah, Dunia Usaha, dan Dunia
Industri (DUPI) dan Industri Lainnya........................................................ 12
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………. 13
B. Saran…………………………………………………………………..... 13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah proses kehidupan yang
masalahnya sangat kompleks dan tetap ada sepanjang manusia membentuk
peradabannya di muka bumi ini. Namun dalam prosesnya pendidikan tetap
memerlukan pembenahan sesuai masalah yang dihadapi pada zamannya. Dari beberapa
masalah yang ada dalam persoalan pendidikan nasional yang dapat dipelajari
dalam sebuah konsep pemikiran atau setidaknya menjadi acuan dalam mengatasi
berbagai anomali dalam bidang pendidikan, antara lain diantaranya : penguatan
tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. sebagaimana dibahas
berikut ini Penguatan tata kelola pendidikan tidak saja bengantung
pada kemampuan pemerintah saja tetapi juga sangat bergantung pada kemauan dari
semua lapisan masyarakat sebagai stakeholder dalam Sistem Pendidikan Nasional,
oleh sebab itu dalam pengelolaan pendidikan sebagai sebagai suatu sistem sangat
berkait dengan proses dan dinamika manusia dan lingkungannya (filsafatnya), dan
cita-cita pendidikan harus kita lihat secara komprehensif sebagai suatu sistem
pendidikan nasional yaitu adanya interdepedensi komponen stakeholders
pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas
yaitu:
1. Apa yang dimaksud
dengan stakeholder dalam pendidikan ?
2. Apa saja macam - macam
stakeholder?
3. Apa saja komponen stakeholder
pendidikan?
4. Apa saja bentuk
kemitraan dengan komite sekolah, dunia usaha, dan dunia industri dan industri
lainnya?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui maksud dari stakeholder
dalam pendidikan.
3. Mengetahui apa saja komponen stakeholder pendidikan.
4. Mengetahui apa saja bentuk
kemitraan dengan komite sekolah, dunia usaha, dan dunia industri dan industri
lainnya.
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat dari penulisan
ini adalah agar para pembaca mengetahui secara lebih rinci mengenai
Stakeholder, terutama dalam bidang pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Stakeholder Pendidikan
Perkataan
stakeholder pada awalnya digunakan dalam dunia usaha, istilah ini berasal dari
bahasa inggris terdiri atas dua kata ; stake
dan holder. Stake berarti to give
support to / pancang , holder berarti
pemegang. Jadi stakeholder
adalah siapapun yang memiliki kepentingan dari sebuah usaha.
Stakeholder
dapat berfungsi sebagai “tokoh kunci” atau “key
person” dan merupakan orang yang menjadi panutan bagi masyarakat
sekitarnya, seperti : Kepala Desa/Lurah, Ketua RT, Ketua Adat, Ustadz/Kyai.
Kelembagaan yang
dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam memajukan
pendidikan, menurut UU No 20 Tahun 2003, pasal 56 adalah berupa Dewan
Pendidikan, dan komite sekolah. Ketua dan anggota kedua lembaga tersebut dapat
digolongkan sebagai Stakeholder.
Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes
mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa
definisi yang penting dikemukakan yaitu :
1. Freeman
(1984) yang mendefinisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang
dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
2. Biset
(1998) secara singkat mendefinisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu
kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering
diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman
(1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap
issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang
dimiliki mereka.
3. Stakeholder
adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan komite sekolah.
Definisi lain
dari stakeholder adalah pemegang atau pemangku kepentingan. Orang per
orang atau kelompok tertentu yang mempunyai kepentingan apa pun terhadap sebuah
obyek disebut stakeholder.
Jadi stakeholder
pendidikan dapat diartikan sebagai orang yang menjadi pemegang dan sekaligus
pemberi support terhadap pendidikan atau lembaga pendidikan. Dengan Perkataan
lain stakeholder adalah orang-orang atau badan yang berkepentingan langsung
atau tidak langsung terhadap kegiatan pendidikan di sekolah.
B.
Macam – macam Stakeholder
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh
stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam
beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
1.
Stakeholder
Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan
kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka
harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya :
Masyarakat dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait
dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan
yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata
pencaharian) dari proyek ini. Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota
masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap
dapat mewakili aspirasi masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama adalah
juga pihak manajer Publik yakni lembaga/badan publik yang bertanggung jawab
dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
2.
Stakeholder
Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang
tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan,
program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan
sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan
legal pemerintah.
Yang termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder) :
a. Lembaga(Aparat)
pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
b. Lembaga
pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.
c. Lembaga
swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang
bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang
memiliki concern (termasuk organisasi massa yang terkait).
d. Perguruan
Tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan
keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka
juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
e. Pengusaha
(Badan usaha) yang terkait.
3.
Stakeholder
Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki
kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang
dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi.
Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah
kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1. Pemerintah
Kabupaten
2. DPR
Kabupaten
3. Dinas yang
membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
C.
Komponen Stakeholder Dalam Pendidikan
Komponen stakeholder
dalam pendidikan yaitu :
1. Masyarakat lokal (ada anggapan
pendidikan hanya tanggung jawab pemerintah, sehingga desentralisasi pendidikan
belum dimaknai oleh masyarakat sebagai pengembangan kemajuan pendidikan). UU No
32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah mengilhami otonomi pendidikan
di daerah. Namun dalam tahun 2006 muncul apa yang kita kenal Ujian Nasional,
padahal konsep tersebut cenderung konsep penyeragaman budaya yang berbeda.
Bukankah pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang memberikan kebebasan
bagi daerah untuk menyesuaikan dengan perkembangan daerahnya serta apakah
pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang di daerah dapat
disamaratakan kualitasnya. Fungsi pendidikan kekinian adalah transisi iptek dan
masyarakat masa depan yang menghargai kebhinekaan dan keragaman pendapat.
2. Orang tua (selalu beranggapan
sekolah saja tempat pendidikan, sehingga kurang serius memperhatikan kemajuan
anak baik secara behavior maupun psikologis). Peserta didik lebih cenderung terbentuk
dari karakter proses kehidupan dalam keluarga, sekolah lebih cenderung
memberikan pengetahuan saja. Namun sangat disayangkan bahwa kondisi orangtua
dalam masyarakat Indonesia masih hidup terbelakang baik secara ekonomi maupun
kesehatan (kurang gizi), serta kerja yang serabutan, sehingga dapat kita
bayangkan bagaimana generasi yang dihasilkannya dalam rangka peningkatan
pendidikan non-formal anak disamping pendidikan di sekolah.
3. Peserta didik (belum sepenuhnya
peserta didik dari berbagai tingkatan yang tertampung, sehingga berdampak pada
jumlah anak putus sekolah karena biaya tinggi dan juga kurang didukung oleh
faktor pendekatan pisik (gizi) dan pendekatan psikis.
4. Negara (dari segi material
bahwa negara belum menempatkan pos khusus untuk pendidikan, dan kesannya dana
pendidikan disediakan secara tambal sulam, jelas kita akan mengetahui apa hasil
pendidikan dengan dana terbatas. Siap atau tidak siap, pendidikan di daerah
memerlukan perhatian serius terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pemanfaatan
sumberdaya manusia di daerah. Selanjutnya dana pendidikan 20% yang dianggarkan
dalam APBN/APBD masih sebatas wacana, kalaupun ada biaya murah atau gratis
biaya pendidikan di daerah-daerah tertentu, kesannya dipaksakan untuk populis
saja bahkan untuk menarik simpati partai politik pendukung saja bukan sebagai
bentuk perencanaan pendidikan yang matang.
5. Pengelola profesi
pendidikan (cenderung menyelenggarakan pendidikan bukan motif mencerdaskan
tetapi profit oriented atau bisnis sehingga pendidikan terkesan
mahal, sementara pendidikan formal yang disediakan negara sangat terbatas
menampung peserta didik). Dikawatirkan olehNeils Postman seorang pemikir
pendidikan dunia, akan terjadi apa yang dinamakan teacher as as subversive
activity. Untuk itu sekolah harus bisa menjadi alat kontrol cita-cita kemajuan
bangsa sesuai filsafat pendidikan dan arah kebijakan pembangunan nasional yang
diamanatkan dalam pembukaan UUD 45.
Selain itu ada
yang membagi Stakeholder dalam Bidang Pendidikan 3 kategori utama, yaitu :
1. Sekolah, termasuk di dalamnya adalah
para guru, kepala sekolah, murid dan tata usaha sekolah.
2. Pemerintah, diwakili oleh para pengawas,
penilik, dinas pendidikan, walikota, sampai menteri pendidikan nasional.
3. Masyarakat, sedangkan masyarakat yang berkepentingan
dengan pendidikan adalah orangtua murid, pengamat dan ahli pendidikan, lembaga
swadaya masyarakat, perusahaan atau badan yang membutuhkan tenaga terdidik
(DUDI), toko buku, kontraktor pembangunan sekolah, penerbit buku, penyedia alat
pendidikan, dan lain-lain.
D.
Peranan Stakeholder Dalam Pendidikan
Peranan
stakeholder dalam pendidikan sebagai berikut :
1. Orang tua
Peranan orang
tua antara lain:
a. Mendukung pelaksanaan belajar mengajar
di sekolah.
b. Berpartisipasi aktif dalam
mensosialisasikan kegiatan sekolah di berbagai komunitas.
c. Bersedia menjadi narasumber sesuai keahlian
dan profesi yang dimiliki.
d. Menginformasikan nilai-nilai positif
dari pelaksanaan kegiatan di sekolah kepada masyarakat secara luas.
e. Bekerjasama dengan anggota komite sekolah
atau atau pihak lain dalam pengadaan sumber belajar.
f. Aktif bekerja sama dengan guru dalam
proses pembelajaran untuk anak yang berkebutuhan khusus.
g. Aktif dalam memberikan ide/gagasan dalam
rangka peningkatan kualitas pembelajaran.
2. Guru
Peranan guru antara lain:
Peranan guru antara lain:
a.
Berkomunikasi secara berkala dengan
keluarga, yaitu: orang tua atau wali tentang kemajuan anak mereka dalam belajar
dan berprestasi.
b.
Bekerjasama dengan masyarakat untuk
menjaring anak yang tidak bersekolah, mengajak dan memasukkannya ke sekolah.
c.
Menjelaskan manfaat dan tujuan sekolah
kepada orang tua peserta didik.
d.
Mempersiapkan anak agar berani
berinteraksi dengan masyarakat sebagai bagian dari kurikulum, seperti
mengujungi museum, memperingati hari-haribesar keagamaan dan Nasional.
e.
Mengajak orang tua dan anggota
masyarakat terlibat di kelas.
3. Komite
sekolah
Komite
Sekolah merupakan nama baru pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan
(BP3). Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur
pendidikan sekolah maupun jalur pendidikandi luar sekolah (Kepmendiknas nomor:
044/U/2002).
Secara kontekstual, peran Komite Sekolah
sebagai:
a. Pemberi
pertimbangan (advisory agency) dalam
penentuan dan pelaksanan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung
(supporting agency), baik yang
berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan
di satuan pendidikan.
c. Pengontrol
(controlling agency) dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan.
d. Mediator
antara pemerintah (eksekutif) dengan
masyarakat di satuan pendidikan (Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).
Depdiknas
dalam bukunya Partisipasi Masyarakat, menguraikan tujuh peranan Komite Sekolah
terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni:
a. Membantu
meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah
baik sarana, prasarana maupun teknis pendidikan.
b. Melakukan
pembinaan sikap dan perilaku siswa. Membantu usaha pemantapan sekolah dalam
mewujudkan pembinaan dan pengembangan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
pendidikan demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan
pendahuluan bela negara, kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpinan),
keterampilan dan kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolah raga, daya kreasi
dan cipta, serta apresiasi seni dan budaya.
c. Mencari
sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu.
d. Melakukan
penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum, baik intra maupun
ekstrakurikuler dan pelaksanaan manajemen sekolah, kepala/wakil kepala sekolah,
guru, siswa, dan karyawan.
e. Memberikan
penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah.
f. Melakukan
pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS).
g. Meminta
sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu (Depdiknas,
2001:17).
4.
Kepala
sekolah
Peranan
kepala sekolah antara lain:
a.
Mengatur hubungan sekolah dengan orang
tua siswa.
b.
Memelihara hubungan baik dengan BP3.
c.
Memelihara dan mengembangkan hubungan
sekolah dengan lembaga-lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta.
d.
Memberi pengertian kepada masyarakat
tentang fungsi sekolah melalui bermacam-macam media komunikasi.
e.
Mencari dukungan dari masyarakat. Dukungan
yang diperlukan meliputi
1)
Personil, seperti : tenaga ahli,
konsultan, guru, orang tua, pengawas dan sebagainya
2)
Dana yang diperlukan untuk mendukung
tersedianya fasilitas, perlengkapan dan bahan-bahan pengajaran yang lain.
3)
Dukungan berupa informasi, lembaga dan sikap politis.
f.
Memanfaatkan sumber-sumber daya yang
diperoleh secara tepat, sehingga mampu meningkatkan proses mengajar dan
belajar.
5.
Peran Pemerintah
Peran negara dalam dunia pendidikan
dilaksanakan oleh pemerintah didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD).
Dalam UUD 1945 hasil amandemen Pasal 31 ayat 1-4 disebutkan bahwa :
a.
Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan.
b.
Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
c.
Pemerintah
wajib menguasahakan dan menyelanggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
d.
Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Isi dari pasal
ini adalah pengembangan dari UUD 1945 awal yang hanya terdiri dari dua pasal.
Hasil amandemen mengamanatkan untuk pemerintah agar menyelenggarakan pendidikan
yang berkarakter (akhlak mulia) lengkap dengan pembiayaannya, yaitu 20 APBN dan
20 APBD (I dan II).
Nampaknya, pasal tentang pendidikan ini muncul terkait dengan kejadian pada masa penjajahan yang mengalami diskriminasi dalam pendidkan. Anak-anak pribumi saat itu sangat sulit mengakses pendidikan sebagaimana kaum priyayi dan warga Belanda. Kemudian direspon dengan bunyi pasal tentang hak warga negara yang tanpa diskriminasi.
Nampaknya, pasal tentang pendidikan ini muncul terkait dengan kejadian pada masa penjajahan yang mengalami diskriminasi dalam pendidkan. Anak-anak pribumi saat itu sangat sulit mengakses pendidikan sebagaimana kaum priyayi dan warga Belanda. Kemudian direspon dengan bunyi pasal tentang hak warga negara yang tanpa diskriminasi.
Pemerintah juga
mengucurkan bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD, SMP, dan mulai tahun ini
(2013) kepada SMA. BOS ini diberikan kepada semua lembaga pendidikan baik
negeri maupun swasta.
Untuk kasus di pesantren, pemerintah memberikan BOS di pesantren yang menyelenggarakan wajardikdas ula, wustho, paket C. Bantuan di luar itu masih bersifat insidental. Bisa jadi dikarenakan standardisasi pesantren yang dianggap sulit oleh pemerintah.
Untuk kasus di pesantren, pemerintah memberikan BOS di pesantren yang menyelenggarakan wajardikdas ula, wustho, paket C. Bantuan di luar itu masih bersifat insidental. Bisa jadi dikarenakan standardisasi pesantren yang dianggap sulit oleh pemerintah.
Pada wilayah
sertifikasi, antrian giliran guru di bawah kemenag untuk mendapatkan tunjangan
sertifkasi relatif lebih cepat dibanding dengan guru di bawah kemendikbud. Ini
disebabkan ‘antrian’ di masing-masing kementerian yang tidak sama. Antrian di
kemenag lebih pendek dibanding di kemendikbud.
6.
Masyarakat
usaha
Selain
masyarakat sukarela, banyak juga masyarakat yang mempunyai tujuan mengambil
manfaat dari dunia pendidikan. Para penerbit buku, usaha kursus, penyedia alat
pendidikan, dan pengusaha-pengusaha lainnya. Kelompok ini juga perlu
difasilitasi, bahkan jika perlu dibangkitkan kesadarannya, bahwa selain sebagai
lahan penghidupan, dunia pendidikan juga memerlukan kesetiakawanan yang dapat
memperbaiki kualitas maupun kuantitas pelayanan pendidikan. Untuk itu,
pendekatan usaha terhadap dunia pendidikan adalah bersifat mendukung, tidak
hanya sekedar memeras dan menjadikannya layaknya komoditas.
E.
Bentuk
Kemitraan dengan Komite Sekolah, Dunia Usaha, dan Dunia Industri (DUPI) dan
Industri Lainnya
Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan
oleh tenaga kependidikan dengan stakeholder antara lain berupa :
1. Kerjasama dalam penggalangan dana pendidikan baik untuk kepentingan
proses pembelajaran, pengadaan bahan bacaan (buku), perbaikan mebeuler sekolah,
alat administrasi sekolah, rehabilitasi bengunan sekolah maupun peningkatan
kualitas guru itu sendiri.
2. Kerjasama penyelenggaraan kegiatan pada momen hari – hari
besar nasional dan keagamaan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa stakeholder
merupakan tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal, seperti
pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan organisasi
sosial dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam
pranata sosial budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat
tradisional maupun modern seperti : Kepala Desa/Lurah, Ketua RT, Ketua Adat,
Ustadz/Kyai.
Berdasarkan kekuatan,
posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat
diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan
stakeholder kunci.
Terdapat lima komponen
stakeholder pendidikan yaitu : masyarakat lokal, orang
tua , peserta
didik ,negara, pengelola
profesi pendidikan, dan ada yang meringkasnya menjadi 3 yaitu sekolah,
pemerintah dan masyarakat.
B. Saran
Diperlukan sebuah
sistem yang membuat sekolah mampu menyerap aspirasi stakeholdernya. Dunia
usaha dan industri di daerah tidak perlu merekrut tenaga kerja dari luar
daerah, jika dunia pendidikan kita mempunyai daya tarik bagi mereka. Penentuan
jurusan di sebuah sekolah seharusnya menggunakan studi kelayakan yang terukur,
sehingga pemetaan kebutuhan tenaga kerja dapat dijawab oleh penyiapan
sekolah-sekolah yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Tokoh-tokoh di sekolah
seperti kepala sekolah dan guru perlu mendapatkan penyegaran mengenai
revitalisasi fungsi pendidikan dalam dunia nyata kita sehari-hari. Demikian
pula perguruan tinggi kita.
sayangnya tidak ada daftar pustakanya
BalasHapusgoood lah...mksh ya udah share
BalasHapusbisa tidak kak, lampirkan daftra pustakanya ,,, terima kasih
BalasHapusNggak ada refrensi
BalasHapus